Senin, 30 Juni 2025

Pacar Pertamaku

Setiap orang pasti memiliki ketakutan. Seperti temanku Abdul yang biasa kupanggil 'Panjul', dia takut dengan guru matematika kami, Bu Desi namanya. Atau Bondan si tampan, langsung kabur jika ada di antara kami yang memainkan serangga. Termasuk aku. Aku juga punya ketakutan. Aku takut dengan perempuan.


Memang aneh sih, mana ada laki-laki yang takut dengan perempuan. Ya tapi aku pengecualiannya. Sangking takutnya dengan perempuan, aku akan mual jika di dekat mereka. Makanya ayahku menyekolahkanku di SMA khusus laki-laki, Sekolah Arya Pratama namanya.


Sejak ayahku berpisah dengan ibuku saat aku berumur 6 tahun, aku tidak pernah lagi berinteraksi secara sengaja dengan perempuan. Kecuali dengan bu guru sekolahku atau kasir indomaret dekat rumahku. 

 ***

'Eh Ray,' panggil Panjul kepadaku. 'Lu mau sampe kapan begini terus? Emang lu ga mikir pas lu kerja nanti bisa aja bos lu perempuan atau klien lu perempuan? Ayolah bro, ga semua orang di bumi ini laki-laki,' ujar Panjul sok bijak, menyebalkan memang.


'Tau tuh Rayyan. Lu emang ga mau nikah apa?' tambah Bondan.  'Bayangin aja pas malam pertama, 'sayang aku cinta kamu, hueekkk," katanya meledekku. Memang si Bondan ini, selain tampan mungkin mesum adalah ciri khasnya. Pernah kami ke Solaria saat pergi bersama, dia bilang, 'Pelayannya cantik ya.' Padahal pelayan tersebut kemungkinan berusia sama dengan ibu nya.


'Nanti juga gua terbiasa. Udahlah, lu berdua mau sampe kapan ngejek gua terus!' aku menjawab, kesal. Bagaimana aku tidak kesal! Hampir setiap hari di saat kami makan siang di kantin sekolah, mereka selalu membahas topik yang sama.


'Kenapa ga coba sewa pacar aja sehari? Siapa tau jadi demen kan,' sahut Bondan.


'Iya tuh Ray. Banyak yang gunain jasa itu akhir-akhir ini. Nanti gua yang bayarin dah,' balas Panjul.

 

'Enggak ah,' aku jawab begitu sebelumnya. Sampai ada perempuan cantik berdiri di depanku saat ini.

 ***

'Halo, kamu pasti Rayyan ya? Aku Luna, salam kenal ya,' ucapnya sambil mencoba berjabat tangan denganku.


Luna ini memang aneh. Tentu saja bukan dalam maksud yang negatif. Hanya saja, aku tidak merasa mual saat di dekatnya. Sampai aku berpikir, 'Apa betul dia perempuan? Bukan lelaki hode yang mencoba mencari uang tambahan dari menjadi pacar sewaan, kan?'


'Halo Luna. Tapi kamu beneran perempuan?' tanyaku spontan. Bodohnya aku. Aku membiarkan mulutku mengeluarkan isi pikiranku.


Luna hanya tertawa tipis, dia tidak tersinggung. 'Kamu aneh ya. Tentu aja aku perempuan. Ga mungkin aku buktikan ke kamu juga kan?' goda dia.


Tentu saja aku menolaknya. Aku bukan lelaki bajingan yang menggunakan kesempatan dalam kesempitan.


Aku pun menceritakan kondisiku kepadanya. Dan sekali lagi, dia tertawa. Bagaimana mungkin cewek yang blak-blakan seperti dirinya menjadi pacar sewaan? Bukankah orang-orang yang menyewanya akan ilfeel duluan?

 

'Maaf ya maaf. Tapi kamu beneran aneh banget deh,' katanya.


'Kamu baru jadi pacar sewaan ya?' tanyaku lagi-lagi spontan. Oke, mulai sekarang aku benci mulut sampah ini yang tidak tahu kondisi. Lagi-lagi aku mengeluarkan isi pikiranku tanpa mengolahnya lebih dulu.


'EH! Kok kamu tahu?' jawabnya. Benarkan. Bagaimana mungkin orang blak-blakan sepertinya akan laku di industri ini.


'Insting dari cowok yang ga pernah interaksi sama cewek aja. Lumayan kuat loh!' jawabku.


Setelah kami berkenalan dan berbicara singkat, kami memulai date dua orang aneh ini. Mula-mula kami pergi ke Sea World. Orang-orang bilang 'Aquarium Date' sedang tren saat ini. Karena aku tidak punya pengalaman date, aku pun mencobanya.

 ***

'Ray! Ray!' panggilnya antusias. 'Liat deh ikan ini! Masa gendut banget kaya lagi gembungin pipi,' katanya menunjuk ikan buntal sambil menyontohkan 'cara' menggembungkan pipi. Aku pun tersenyum melihatnya. 


Dilihat-lihat, dia lucu juga. Kepribadiannya yang lugu dan polos benar-benar cocok dengan dirinya. Dan mungkin, ehem, dia sedikit imut. Rambut panjang berwarna cokelat dan riasan yang tidak berlebihan benar-benar pas dikenakannya. Ditambah pakaiannya yang seperti gadis cantik dari desa sangat menggambarkan betapa lembutnya dia dari dunia yang jahat. 'Aku ngomong apa sih. Inget Ray, dia ini cuma pacar sewaan!' ujarku dalam hati. 


Kami pun berkeliling melihat aneka ragam ikan yang menari-nari di dalam air. Sekarang mungkin aku paham mengapa 'Aquarium Date' ini sangat tren. Benar-benar menenangkan. Kujauhkan pikiran 'Karena bersama Luna' dari benakku. 


Kami berkeliling sampai jam 4 sore. Kami berbincang-bincang layaknya 'pacar sungguhan' dan sekarang kami sudah lelah. Kami memutuskan untuk makan terlebih dahulu, sebelum saat menjelang malam nanti, kami mengakhiri date kami dengan menonton bioskop. Aku tahu tidak seharusnya orang-orang yang pacaran menonton bioskop pada date pertama mereka. Tapi yang mengusulkan ide ini bukan aku, melainkan Luna sendiri. Katanya dia ingin menonton film terbaru yang judulnya, 'Wah-Wah, Kaget!' kalau ga salah. Dia bilang itu mungkin seru karena sekuel dari film terkenal berjudul 'Kaget-kaget, Wah!' Aku pun menurutinya.

 ***

Kami mengambil tempat duduk paling pojok yang merupakan salah satu tempat duduk dengan kursi empuk di restoran Ramen Yak.


'Permisi mbak,' ucapku. 


'Hai'. Ada yang bisa dibantu?' tanya mbak-mbak pelayan Ramen Yak tersebut.


Bersama Luna seharian membuatku hampir lupa, bahwa aku memiliki kondisi tertentu menghadapi perempuan. Rasa mual yang sebelumnya tidak kurasakan saat bersama Luna, kembali datang kepadaku. 


'Maaf mbak saya mau ke kamar mandi dulu,' bilangku dan segera berdiri dari kursi. 'Aku pesen yang sama kaya kamu aja ya, Lun' kataku.


Aku tidak begitu dengar apa yang sebenarnya Luna dan pelayan itu katakan. Kalau aku tidak salah dengar, dia mengatakan, 'Maaf ya mbak, pacar saya emang aneh soalnya.'


Aku pun segera menuntaskan urusanku di toilet dan segera kembali padanya.


'Maaf ya, tiba-tiba mualku kambuh.' ujarku dengan tulus.


'Gapapa kok, 'sayang," jawabnya sambil menyeringai. 


Aku pun menatapnya dengan aneh. Dia tidak pernah mengatakan itu di Sea World sebelumnya. Kupikir dia hanya ingin menggodaku.


Tidak lama kemudian pesanan kami datang. Kami berdua memesan Miso Spicy Ramen King Size dengan ocha sebagai minumannya.


'Pelayanannya cepat juga ya,' kataku basa-basi.


 'Iya nih, hampir nyaingin aku,' balasnya kembali menyeringai.


Aku tidak begitu mengerti apa maksudnya. Kupikir dia hanya ingin menggodaku kembali.


Kami pun menyantap ramen yang telah dihidangkan sambil bercengkerama.


'Luna,' ucapku. 'Kok kamu mau jadi pacar sewaan?'


Luna menghentikan makannya. Wajahnya menjadi lebih serius. 'Ibuku sakit, Ray. Aku harus cari uang sampingan untuk dia berobat,' jawabnya.


 Hatiku terasa tercabik-cabik. Membayangkan perempuan seceria dirinya tiba-tiba memasang wajah sedih benar-benar menyentuh hatiku.


Kemudian aku mendengar suara, 'Cekrek!' dari ponsel yang dia bawa.


'Becanda dehh..  Kamu ini gampang banget dibohongin sih, Ray,' katanya sambil kemudian tertawa terbahak-bahak. 'Liat nih wajahmu yang murung. Lucu banget tau!'


 Sial. Ternyata aku ditipu. Kembalikan rasa simpatiku sebelumnya!


'Ibuku sehat kok di rumah. Aku cuma mau tau aja rasanya punya pacar gimana. Terus teman-temanku nawarin ini. Aku coba aja sekali. Jadi, bisa dibilang kamu yang pertama untukku,' katanya sambil menampilkan wajah menahan tawa.


Entah kenapa aku menjadi tenang dan bersyukur. Entah karena ibunya yang tidak benar-benar sakit atau karena akulah yang pertama untuknya.


'Abis ini mau langsung ke bioskop?' tanyaku kepadanya yang baru saja menghabiskan ramen.


Dengan wajah yang masih 'celemotan' kuah ramen, dia menjawab, 'Hmm.. kita ke supermarket dulu deh. Pacar kan biasanya belanja bareng,'


Aku tahu ini kesempatanku membalas godaannya tadi, jadi kubilang, 'Yaudah, kamu emang mau beli apa, sayang?' Kena kau. Sekarang kau pasti merasa kesal dan berpikir, 'Kok dia ga kegoda sih?' atau semacamnya. 


Namun aku salah. Wajahnya menjadi tersipu. Mana godaan yang tadi woi?! Napa sekarang jadi serius?


'Eh maaf, aku becanda aja tadi. Ga bermaksud manggil sayang beneran kok,' kataku dengan tulus. 


Kemudian dia tersenyum dan berkata, 'Aku tau kok. Gapapa juga sih, kan kita emang pacaran.'



Kemudian kami berdiri meninggalkan Ramen Yak. 'Arigatougozaimashita,' kata salah satu pelayan. Kalau aku ga salah artinya terima kasih, lalu ku balas, 'You're welcome.' Karena aku tidak tahu bahasa jepangnya, kujawab saja pakai bahasa inggris. Anehnya wajah mbak-mbak tersebut mendadak bingung. Apa dia tidak mengetahui artinya? 'Artinya sama-sama woi, mbak! Belajar bahasa inggris makanya!' ucapku dalam hati. Seperti karma yang datang tiba-tiba, aku mendadak mual. Aku lupa, mbak-mbak itu perempuan.

***

Sampailah kami di supermarket di lantai 2. Beruntungnya aku. Tidak banyak pengunjung perempuan di sana.


'Kamu mau beli apa emang?' tanyaku padanya.


'Urusan cewek, ada deh,' ucapnya. Seperti dirinya yang biasa, menyebalkan, tapi anehnya, aku tidak benci dengan itu.


'Yaudah aku ke rak roti aja ya, aku mau bawa sesuatu untuk ayahku,' balasku. 


Baru sekejap aku membalikkan badan, tiba-tiba lengannya yang putih dan mulus dengan gelang rajutan yang bertengger di sana menahanku pergi menjauh. 'Jangan!' katanya. 'Bareng-bareng aja. Kalau misah namanya bukan date lagi dong!' Masuk akal juga, aku pun mengiyakannya tanpa banyak berpikir.


Akhirnya kami berjalan bersama. Dan ternyata dia ingin membeli pembalut. Pantas saja dia bilang itu urusan cewek. Dengan hal ini aku tidak ragu lagi bahwa dia adalah perempuan. 


Dia membeli pembalut berukuran besar yang sedang diskon 20% saat itu. 'Lumayan, bisa untuk sebulan,' katanya. Aku tidak begitu mengerti masalah cewek. Kupikir memang begitu.


Setelah selesai mengambil pembalut, kami menuju rak roti untuk membeli roti yang ku inginkan. Sayangnya aku tidak menemukan roti rasa kacang tanah dan lidah buaya kesukaan ayahku. Aku kecewa. Tapi dia menyarankanku untuk membeli roti yang lain. 'Beli yang rasa ati sapi aja, ayahku suka yang ini soalnya. Mungkin enak.' sarannya. Sebenarnya aku tidak yakin. 'Emangnya ati sapi di roti enak ya' tanyaku dalam hati. Ayahku juga aneh sih. Masa mau beli roti rasa kacang tanah dan lidah buaya. Apa semua bapak-bapak emang aneh ya? Kurasa tidak ada pilihan lain. Aku pun membeli roti itu atas rekomendasinya.


Kami berdua sudah mengambil barang yang kami mau, kemudian berjalan menuju kasir bersama. Karena kupikir dia telah menemaniku seharian ini tanpa mengeluh, aku ingin membalasnya, jadi kubilang, 'Udah, aku aja yang bayar ya.' Dia berterimakasih padaku dan menyesal kenapa dia hanya membeli pembalut tadi. Dasar. Tapi di saat itu, dia tetap lucu, ehem.


Setelah selesai membayar, kami keluar dari supermarket. Waktu sudah menunjukkan pukul 6 lewat 7 sore. 8 menit lagi bioskopnya dimulai. Luna yang sangat excited dengan film tersebut buru-buru menarik tanganku untuk bergegas ke sana. Itu wajar sih. Karena bioskop ada di lantai 5, membutuhkan waktu 10 menit jika kami berjalan, tentu akan terlambat.


Kami pun berlarian menyusuri lorong untuk sampai ke bioskop. Aku tidak tau apa yang dipikirkan orang-orang yang melihat kami. Tapi ada salah satu karyawan matahari yang bilang, 'Ciee.. mau dibawa ke mana pacarnya tuh, neng?' Aku tidak mengerti. Kenapa banyak orang menyebalkan hari ini? Aku ingin membalas tapi tidak sempat karena Luna yang membalasnya duluan, 'Mau ke bioskop bang, takut telat nih!' 'Mantap dah!' kata mas-mas itu.


Kami pun sampai di pintu bioskop pukul 6.14. Masih tersisa satu menit sebelum filmnya dimulai. Kami segera mencari teater nomor 11 yang menjadi tempat kami menonton. 'Disana, Lun,' kataku menemukannya.


Luna dan aku segera berlari menuju mbak-mbak pemeriksa tiket. 'Untuk dua orang ya, kursi H nomor 20 dan 21. Selamat menikmati!' kata mbak-mbak tersebut. Aku menahan mualku saat di depannya dan buru-buru masuk supaya tidak lama berdekatan dengannya. 'Makasih, mbak,' sahut Luna.


Kami segera menuju kursi kami, kursi H nomor 20 dan 21. Luna duduk di kursi nomor 20 dan aku dapat sisanya, nomor 21. Luna memilih kursi ini karena ini merupakan kursi yang pas menurutnya. Dia bilang, 'Biar ga terlalu bawah atau atas banget. Jadi liatnya bisa lurus, ga terlalu ngedangak.' Masuk akal. Pintar juga dia. Dia juga bilang, 'Oh iya, karena kamu ga mau deket-deket sama cewek lain, aku pilih kursi ini. Kursi sekitarnya masih kosong soalnya.' Dia perhatian juga ternyata. Soalnya aku ga bisa menikmati bioskop jika sepanjang film terus merasa mual. Aku berterimakasih padanya untuk itu. Aku tersenyum tipis, merasa senang.


Dan sesuai dugaan, kursi sekitar kami belum dipesan siapa-siapa. Seakan-akan kami yang memesan kursi-kursi itu supaya dapat berduaan sepanjang film. Tentu hanya permisalan, permisalan!


Sepanjang film aku tidak bisa fokus. Bagaimana aku bisa fokus jika Luna terlalu excited sampai teriak-teriak sendiri. Aku merasa bersalah untuk penonton yang lain. Tapi aku tidak bisa melarangnya, wajahnya memberi kesan bahagia saat itu. Aku merasa bersalah jika mengganggunya. Untung saja tidak ada yang meneriaki kami karena norak. 


Saat itu wajahnya bersinar akibat pantulan cahaya bioskop. Sekali lagi aku merasa kalau, dia sangat cantik. Dan lagi-lagi aku berusaha menjauhkan pikiran itu dari benakku. 'Pacar sewaan, Ray, pacar sewaan,' kataku dalam hati. 


Kami pun menyelesaikan filmnya pada pukul 8 lewat 20 malam. 'Seru banget ga sih filmnya?' tanya Luna yang masih saja excited. 'Apalagi pas kaki si cowoknya buntung di injek titan.' 'Bukannya itu justru tragis ya?' kataku dalam hati. Tapi aku bilang, 'Iya, seru kok.' Kemudian dia bilang lagi, 'Kapan-kapan nonton di sini lagi yuk. EH-' Dia baru menyadari bahwa kesempatan itu hanya muncul jika aku menyewanya sebagai pacar sewaan lagi. Dia mendadak menjadi murung. 'Yaudah, nanti kapan-kapan kita ke sini lagi ya,' ucapku untuk mengembalikan semangatnya. Dia hanya tersenyum tanpa mengatakan apa-apa.


Karena sudah cukup malam dan berbahaya untuk perempuan pulang malam-malam, kami berdua pulang bersama menaiki bus TransJakarta koridor 5 untuk sampai ke Kampung Melayu. 'Kamu beneran gapapa cuma sampe Kampung Melayu? Bahaya loh pulang malem-malem,' tanyaku khawatir. 'Gapapa kok. Rumahku di Bonpal soalnya. Deket dari situ.' 'Oh yaudah,' kataku lagi


Kami pun sampai pada pukul 9 tepat. 


Setelah aku memberikan tarif sewa hari ini, Luna berpamitan pulang padaku.


'Makasih ya Ray, aku seneng banget hari ini. Ga nyangka, beneran seru punya pacar.' ucapnya padaku. 'Kalau begitu sampai nanti, aku pulang dulu ya.'


Sesaat setelah dia membalikkan badan, meninggalkanku. Lagi-lagi aku tidak bisa menghentikan mulutku mengeluarkan isi hati. 'Luna,' panggilku.


Luna menoleh. Rambut panjangnya yang melesat membelakanginya saat menoleh kepadaku terasa sangat indah.


'Kenapa lagi, Ray?' tanyanya, bingung.


'Em... boleh ga, kita ngepet lagi Minggu depan?' tanyaku gugup. Lagi-lagi bodohnya aku, sangking khawatir dia menolaknya aku sampai salah ucap. 


'Hahaha.. Boleh kok, kita ngepet lagi' jawabnya sambil tertawa terbahak-bahak.


'Bukan..' maksudku menjelaskan.


'Aku tau kok Rayyan. Aku mau kok ngedate lagi sama kamu,' ucapnya, kali ini bukan dengan seringai menyebalkan, tapi senyuman manis di wajahnya. 


Aku pun ikut tersenyum tanpa sadar. Aku senang sekali. Mungkin itu sebabnya jantungku berdebar cepat saat itu, padahal sebelumnya belum pernah, atau sebelum bertemu Luna seingatku.


Aku bisa membayangkan betapa lebarnya senyumanku saat itu. Mas-mas kasir roti O dan mas-mas karyawan TJ, menjadi saksi cintaku malam itu.


Itulah bagaimana aku mengenal istriku dulu dan bagaimana aku mencoba menghilangkan rasa mualku terhadap perempuan. Aku ingin mengulangi hari itu, sampai 1000 kali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pacar Pertamaku

Setiap orang pasti memiliki ketakutan. Seperti temanku Abdul yang biasa kupanggil 'Panjul', dia takut dengan guru matematika kami, B...